Sabtu, 07 April 2012

Mati Lampu dan Coping Stress

Halo! Udah lama nih nggak update tentang kehidupan pribadi. Ini blog kan isinya nggak cuman artikel yang bermanfaat, tapi juga perjalanan kehidupan seorang manusia super-duper-ganteng-banget-sangkin-ganteng-nya-cewek-pun-segan-mendekati. Mungkin itulah kenapa gue masih single sekarang.

Anyway, beberapa hari ini seringkali mati lampu di rumah gue. Alasan dibalik mati lampu tersebut? Tentunya mati dari pusatnya. Tapi ada hal yang agak ingin gue protes soal mati lampu. Bukan, bukan! Gw tidak menyalahkan bagaimana PLN pusat terpaksa memadamkan listrik yang membuat lampunya mati dan membuat gue mati jadi mati gaya di rumah.

Tapi kenapa orang menggunakan term 'mati lampu' atas ketiadaan listrik yang bersifat sementara di dalam rumahnya?

Logically, kalo cuman lampu aja yang mati, berarti masih bisa dong main elektronik yang lain seperti: Laptop, TV, Playstation, atau kursi pijat elektronik. Tapi, penggunaan dua kata ini yaitu 'mati' dan 'lampu' membuat sebuah jargon bahwa kalo lampunya mati, semua listrik padam.

Again, logically makna dari 'mati lampu' hanyalah ketiadaan cahaya dari sebuah benda yang bernama lampu. Tidak bisa! Indonesia harus kembali ke jalan yang benar! Apa yang akan terjadi bila jargon ini terus menyesatkan anak cucu kita? Bisa-bisa akan terdapat jargon yang lebih aneh dari apa yang ada saat ini! Hal ini tidak bisa dibiarkan! Interupsi, pimpinan..

Ehh, jadi kebawa sidang dramatisir kemarin. #ups
Oke, back to topic..


Nah, memang ketiadaan listrik di rumah kita membuat bener-bener mati gaya. Bayangkan aja, apa sih yang nggak pake listrik saat ini?

Ada sih, yaitu mencintai... #galau

Oh, tidak bisa.. bahkan mencintai butuh letupan-letupan listrik dari hatiku ke hatinya sehingga tercipta cahaya cinta yang menerangi hati kami berdua. #gombal

Tapi beneran, deh. 68% kehidupan kita didominasi oleh kebutuhan akan listrik.

Coba bayangkan, mulai dari pagi kita tidur pake AC/kipas angin yang notabane pake listrik. Kemudian kita cabut cas handphone yang mana perlu listrik juga.. Terus kita ke kamar mandi, ngidupin air yang pompanya  ngambil air di dalam tanah pake listrik. Oh iya, kudu sms temen soal tugas nih. Tentunya di dalem hp tersebut ada batre yang isinya listrik. Kemudian kita pergi ke kampus naik bis/angkot, yang mana bunyi radio yang ada di dalam situ perlu listrik juga. Apalagi kalo naik kereta. Dan daftar penggunaan listrik kita akan terus berlanjut sampe kita selesai aktifitas, tidur, dan bangun lagi.

Bahkan, saat ini pun gue perlu listrik untuk ngeblog!

Makanya, ketika listrik mati, seringkali kita jadi mati gaya.

Tapi, apa mungkin kita mati gaya?

Mungkin kita hanya lupa apa yang harus dilakukan ketika mati listrik..
Mungkin kita hanya lupa, betapa terhentinya seluruh pekerjaan akibat listrik mati..
Mungkin kita hanya lupa, betapa nikmatnya ketenangan disaat listrik mati..

Mungkin itulah mengapa para filusuf zaman dulu memiliki kepintaran yang luar biasa, sangkin luar biasanya, ilmu yang mereka publikasikan masih dijadikan rujukan untuk ilmu sampe sekarang (siapa sih yang nggak kenal Socrates).. Jaman dulu mereka menghabiskan waktu mereka untuk berpikir.. Dulu mana ada listrik.. Kalaupun ada, penggunaan listrik mereka pasti nggak sedominan kita sekarang. Jadi, daripada boros listrik enakan mikir. :-P

Listrik mati adalah anugerah tersendiri buat gue. Gue bisa berpikir untuk menghabiskan waktu. Sebagai orang yang introvert, berpikir adalah kegiatan yang sangat menyegarkan energi psikis gue. Selain itu, gue bisa merencanakan bagaimana gue menyelesaikan masalah yang ada, gue bisa melakukan coping ketika berada di situasi yang tidak inginkan, dan gue bisa memanjakan pikiran gue dengan berpikir abstrak.

Oh iya, bagi yang belom tau coping itu apa, coping adalah istilah psikologi untuk proses memanajemen stres yang kita alami. Ada tiga tipe coping yaitu:
  • Move Away
    Adalah ketika kita mengalami masalah, kita cendrung untuk mengunci diri dan menghindari masalah tersebut.
  • Move Towarad
    Adalah ketika kita mengalami masalah, kita cendrung untuk menghadapi masalah tersebut dan menerima segala konsekuensi dari masalah yang ada.
  • Move Against
    Adalah ketika kita mengalami masalah, kita cendrung untuk menghadapi masalah tersebut dengan cara melakukan konflik dengan masalah tersebut
Cara coping terbaik adalah dengan menghadapi masalah tersebut, atau move toward. Karena sebuah masalah akan selesai ketika dihadapi. Tapi memang, tiga tipe coping ini bersifat kondisional, jadi tergantung dalam situasi apa dan masalah apa yang kita alami untuk melakukan sereangkaian coping tersebut. Tapi hasil riset menunjukkan bahwa coping dengan cara move toward lebih efektif.

Makanya, ketika gue coping saat mati listrik, entah kenapa rasanya jadi lebih nikmat banget. Gue pun seakan-akan berdialog dengan diri sendiri utk menyelesaikan konflik internal yang ada di dalam diri gue. Hasilnya? Luar biasa cuy. Hari esoknya jadi sangat segar, bersemangat, dan merasa bebas.

Gue juga sangat menganjurkan teman-teman untuk berbicara kepada diri sendiri. Terkadang, kenapa kita masih merasakan perasaan galau tersebut dikarenakan kita tidak berbicara kepada badan kita sendiri. Sharing dengan orang lain juga perlu, tapi untuk mendengarkan apa yang ingin badan kita sendiri katakan juga penting, kan?

Seringkali kita lupa untuk mengerti diri kita sendiri. That's why, listen to your body and give him some love.

Karena diri sendiri pun ingin dimengerti. :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

feel free to comment :)